Selasa, 24 Juni 2014

Pentingnya Peran Dokter Bagi Kesehatan Masyarakat


PENTINGNYA PERAN DOKTER
BAGI KESEHATAN MASYARAKAT



A.  Latar Belakang

Di zaman ini, telah banyak virus dan penyakit bertebaran dimana-mana, hal ini menyebabkan masyarakat mengalami atau merasakan yang namanya sakit. Setiap manusia pasti pernah merasakan yang namanya sakit, baik itu sakit mata, sakit gigi, ataupun sakit hati. Sudah pasti ujung-ujungnya kita akan berobat ke dokter juga, tapi pernahkah kalian bayangkan bahwa masih sangat jarang kita temukan dokter ataupun tenaga medis yang ada di pelosok daerah maupun yang ada di kota. Hal ini dikarenakan biaya untuk masuk fakultas kedokteran jauh lebih mahal dibandingkan dengan masuk fakultas lain, itulah yang menyebabkan banyak masyarakat tidak berminat untuk masuk di kedokteran. Di Indonesia, masih banyak daerah-daerah yang belum memiliki Dokter umum ataupun Dokter spesialis. Samarinda, salah satunya, merupakan kota yang paling sedikit memiliki Dokter umum ataupun Dokter spesialis. Jumlah pasien yang terus meningkat setiap tahun, tidak diimbangi dengan jumlah dokter yang ada. Hal inilah yang menyebabkan saya ingin sekali menjadi dokter, selain karena factor diatas, ada juga factor internal yang mendorong keinginan saya untuk menjadi Dokter spesialis, yaitu Ibu saya. Kenapa ibu saya? Itu karena 8 tahun lalu, ibu saya terkena penyakit Stroke yang menyebabkan sebagian anggota tubuh beliau lumpuh. Dari situlah, tekad saya bertambah kuat untuk menjadi seorang Dokter, baik dokter yang berguna bagi keluarga, teman, maupun bangsa. Sehingga, Bangsa Indonesia tidak kekurangan dokter, walaupun sebenarnya biaya untuk menjadi dokter itu mahal, tapi pemerintah tidak diam begitu saja. Pemerintah provinsi Kalimantan Timur, contohnya, memiliki program yang namanya “ Kaltim Cemerlang “ yang bertujuan untuk memberikan beasiswa kepada siswa yang berprestasi dan yang tidak mampu. Adapun Universitas yang telah bekerjasama dengan Pemerintah provinsi Kalimantan Timur antara lain, Universitas Brawijaya (UB), Universitas Airlangga (Unair), d.l.l. Sehingga beban biaya menjadi berkurang bagi masyarakat yang kurang mampu.






B.  Tujuan Penulisan

Agar bangsa Indonesia tidak kekurangan Tenaga Medis Khususnya Kedokteran, sehingga angka kesehatan masyarakat meningkat setiap tahunnya.


C.  Manfaat Penelitian

Masyarakat menjadi paham betapa pentingnya peran Dokter dalam peningkatan kesehatan masyarakat, dan masyarakat menjadi tahu bahwa biaya untuk masuk kedokteran itu tidak terlalu berat bagi mereka, karena pemerintah telah memiliki program beasiswa bagi mahasiswa yang mengambil jurusan kedokteran.


























BAB  III

PEMBAHASAN

A.  Definisi

Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan (dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyesuaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, Organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, bersinambungan, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan professional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien, serta menjunjung tinggi tanggung jawab professional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakan adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.
Kompetensi yang harus dicapai seorang dokter meliputi tujuh area kompetensi atau kompetensi utama, yaitu :

1.    Keterampilan komunikasi efektif

2.    Keterampilan klinik dasar

3.    Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku, dan epide miologi dalam praktik kedokteran.

4.    Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarakat, dengan cara yang komprehesif, holistic, bersinambung, terkoordinasi, dan bekerja sama dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

5.    Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi.

6.    Mawas diri dan mengembangkan diri / belajar sepanjang hayat.

7.    Menjunjung tinggi etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik.


Ketujuh area kompetensi itu sebenarnya adalah “ Kemampuan Dasar  “ seorang “ Dokter “ yang menurut  WFME ( World Federation for Medical Education ) disebut “ Basic Medical Dokter “.

B.  Tugas

Tugas seorang “ Dokter “ adalah meliputi hal-hal sebagai berikut ;

1.    Melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mendiagnosa penyakit pasien secara cepat dan memberikan terapi secara tepat dan tepat.

2.    Memberikan terapi untuk kesembuhan pasien.

3.    Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit.

4.    Menangani penyakit akut dan kronik.

5.    Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.

6.    Melakukan tindakan tetap awal kasus beart agar siap dikirim ke rumah sakit.

7.    Tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukkan ke dokter spesialis.

8.    Bertindak sebagai mitra, penasehat, dan konsultan bagi pasiennya.

9.    Memberikan nasehat untuk perawatan dan pemeliharaan sebagai pencegahan sakit.

10. Memberikan Keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi,

11. Tugas dan hak eksklusif dokter untuk memberikan surat keterangan sakit dan surat keterangan berbadan sehat melakukan pemeriksaan pada pasien.









BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Dokter merupakan tenaga medis yang sangat diperlukan oleh masyarakat, tidak hanya didesa saja yang dikota pun merasakan kekurang tenaga medis terutama dokter-dokter umum maupun dokter-dokter spesialis. Masyarakat juga perlu menghilangkan pemikiran mereka tentang biaya yang mahal apabila ingin masuk kedokteran, itu karena pemerintah provinsi Kalimantan Timur, memiliki program beasiswa “ Kaltim Cemerlang “. Sehingga beban biaya hidup masyarakat dapat berkurang.

Sabtu, 14 Juni 2014

Journal International about Education


RELATION OF CHARACTER STRENGTHS TO PERSONAL TEACHING EFFICACY IN KOREAN SPECIAL EDUCATION TEACHERS

A. Background Of Study

Many factors that may affect personal teaching efficacy (PTE) of special education teachers have been discovered. However, little is known about the relationship between character strengths (CS) and PTE in them. This study aimed to investigate CS in relation to PTE in Korean special education teachers. Character Strengths Test-Short Form (CST-SF) and Teacher Efficacy Scale-Personal (TES-P), respectively, assessed the CS and PTE of 111 Korean special education teachers. Results showed that four dimensions of the CST-SF (interpersonal, restraint, intellectual, and theological strengths) were significantly related to PTE, indicating that teachers with high CS were likely to experience greater PTE. Regression analysis indicated that the areas of interpersonal and restraint strengths significantly predicted PTE. The results have implications for the development of effective programs for special education teachers as well as the formalization of special education teacher recruitment policies.


B. Problem Question

1.     What Is Definition of Personal Teaching Efficacy (PTE)?

2.     How many factors that affected PTE?

3.     How important Character Strength in Teaching Profession?








C. Research Methodology

1. Participants

111 Korean special education teachers holding full-time positions in three schools participated on a voluntary basis; 27 males and 84 females, ranging in age from 23–59 years with a mean (SD) of 33.1 (7.30) years. The participants’ teaching experience in special education ranged from 1–29 years, with a mean of 6.8 years.
2. Measures

The Character Strengths Test is a well-performing, 240-item self-report questionnaire. The scale consists of 4-point Likert-style items for measurement of the degree to which respondents endorse each of the 24 strengths of character in the Values in Action (VIA) classification. Individuals are asked to report on the degree to which statements reflecting each of the strengths apply to themselves. Scales for the CST have satisfactory alphas (>.70) and test-retest correlation (>.70). The short form of the CST (CST-SF; Lim, 2012) was developed to preserve the coverage and structure of the full CST while reducing its length. Correlations between the CST- SF and the full-form primary scales were uniformly high (.80–.92). The internal consistency estimates for the CST-SF scales were also generally high, ranging from .72 to .84. When empirical factor analysis was performed for an assessment of the CST, a four-factor solution (interpersonal strengths, restraint strengths, intellectual strengths, and theological strengths) was found in the Korean population.
When assessing teachers’ efficacy, the Korean version of the teacher efficacy scale-Personal (K-TES-P) for special educators was used. The TES-P was developed by Gibson and Dembo (1984) for use with regular educators, a modified version of which was administered to participants in the current study. Each of the items rated from ‘strongly disagree’ (coded as 1) to ‘strongly agree’ (coded as 6). Although validity and reliability for the modified scale have not been established, the original version of the scale has demonstrated adequate discriminant and convergent validity, as well as internal consistency reliabilities for the TES-P. The internal consistency coefficient of the K-TES-P for the current study is .94.



3. Statistical Analysis

Firstly, bi-variate Pearson correlations were calculated between each pair of measures. Secondly, hierarchical regression analysis were conducted to evaluate whether CS primarily predicted PTE after controlling for gender, age, and years working. During the analysis, age, gender, and years working were entered in the first step and the four factors of the CS were added in the second step.




D. Result

1. Definitions Of  Personal Teaching Efficacy (PTE)

Personal teaching efficacy (PTE), which refers to the teachers’ belief in their ability to bring about change in students, and General teaching efficacy (GTE), which refers to the teachers’ belief that students can be taught despite external factors, such as their family environment. However, the concept of GTE has caused much controversy. The construct of teacher efficacy has a theoretical basis in Bandura’s (1977) concept of self-efficacy. It has been defined as teachers’ belief in his or her capabilities to influence how well students learn, even among those students who may be considered difficult or unmotivated. Several factor analysis revealed teacher efficacy to be bi-dimensional.

2. Factor Personal Teaching Efficacy (PTE)
Several factors that affected PTE fell into three categories:
1.     Environmental and contextual elements (for example, school level, school structure, teacher affiliation, lack of support from administrators or school leadership, and administrator turnover).

2.     Demographic factors such as age, gender, and years of experience.

3.     The teachers’ personality traits. Regarding the last category, extraversion predicts classroom management while conscientiousness predicts instructional strategies as well as student engagement.



3. Character Strength (CS)

Character strengths (CS) have been emerging as an important focus in the teaching profession. Definitions of CS have included pre-existing qualities that arise naturally, feel authentic, are intrinsically motivating to use, and energizing, thereby increasing the probability of healthy outcomes. Previous studies have shown that CS has a connection to personal, social, academic, and occupational functioning. For example, high CS is associated with efficiency in coping with problems and difficulties and with higher levels of subjective well-being.
There exists a positive relation between CS and the academic success of college students. Finally, deploying CS is related to job satisfaction and meaning at work. In the teaching profession, relevant evidence has indicated that CS seems to be one of the personality traits that potentially influence PTE. Although, these previous findings suggest that CS may play an important role in PTE, there have yet been studies that examined the relationship between CS and PTE in teachers. The present study aimed to clarify the associations between the CS and the PTE in special education teachers. Up until now, the focus of PTE research has been centered on general education.
Research indicates that teachers possessing a high degree of PTE are less likely to refer difficult-to-teach students to special education than teachers with a low degree of PTE. Also, research shows that special education teachers with a high PTE tend to spend more time and effort in planning, exhibit greater organization, provide clarity in their instruction, and have greater enthusiasm. Thus, the relationship between CS and PTE must be evident in special education teachers.

             Given the diverse psychosocial environments of schools and the multiple pathways   there for developing strengths, every CS dimension (interpersonal, restraint, intellectual, and theological) is likely to be positively related to PTE. In addition, on a basis of prior findings that conscientiousness and extraversion are the trait most commonly associated with teacher efficacy, the restraint and interpersonal strengths, the dimensions that correspond to conscientiousness and extraversion, might be highly related to the PTE

Biografi Thomas Stamford Raffles


BIOGRAFI THOMAS STAMFORD RAFFLES
DI INDONESIA


A. Riwayat Hidup

Sir Thomas Stamford Bingley Raffles (lahir di Jamaica, 6 Juli 1781 – meninggal di London, Inggris, 5 Juli 1826 pada umur 44 tahun), Pada 1795, Seorang pria muda bernama Thomas Stamford Raffles menerima pekerjaan pertamanya di East India Company sebagai pegawai. Tapi dia belajar keras di waktu luang dan pada 1804, telah diposting ke Penang (kemudian Prince of Wales Island) dan dipromosikan ke Asisten Sekretaris Kepresidenan bahwa pulau Malaysia. Penguasaan-Nya atas bahasa Melayu membuatnya sangat diperlukan untuk Pemerintah Inggris, dan ia kemudian ditunjuk penerjemah Melayu kepada Pemerintah Inggris. Pada 1811, ia kembali sebagai Gubernur Letnan Jawa, dan segera dipromosikan menjadi Gubernur Bengkulu (sekarang Sumatera).
Sir Thomas Stamford Raffles adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang terbesar. Ia adalah seorang warganegara Inggris. Ia dikatakan juga pendiri kota dan negara kota Singapura. Ia salah seorang Inggris yang paling dikenal sebagai yang menciptakan kerajaan terbesar di dunia. Stamford Raffles sangat terpesona oleh keragaman besar dari hewan aneh dan tanaman dari Hindia Timur selama masa jabatannya di sana. Dia segera dipekerjakan ahli zoologi dan botani untuk menemukan semua yang mereka dapat tentang hewan dan tumbuhan di kawasan dan akan membayar asistennya keluar dari kantong sendiri untuk mengumpulkan spesimen. Dia juga dihidupkan kembali dan menjadi presiden Masyarakat Batavia yang aktif terlibat dalam studi sejarah alam Jawa dan daerah sekitarnya. Dalam memoar tentang dirinya, istrinya Lady Sophia Raffles, pengoleksi binatang juga menyebutkan, di antara spesies yang indah seperti tapir, badak dan kijang. Dia menyebutkan bahwa di Inggris. Raffles juga menyimpan beberapa hewan sebagai hewan peliharaan. Seekor anak beruang juga dia besarkan dengan anak-anaknya dilaporkan sering bergabung dengannya untuk makan malam, makan mangga dan minum sampanye.
Sir Thomas Stamford Raffles meninggal sehari sebelum ulang tahunnya ke-45 di tahun 1826. Beberapa tahun sebelumnya, pada tahun 1821 dan 1822, ia memberikan kontribusi dua makalah dalam Transaksi dari Zoological Society, London, dengan deskripsi dari beberapa 34 spesies burung dan 13 spesies mamalia, terutama dari Sumatra.
Stamford Raffles yang terkenal di kalangan sejarah alam, sejumlah hewan dan tanaman telah dinamai untuk menghormatinya. Mereka termasuk Megalaima rafflesi (Red-crowned Barbet), Dinopium rafflesii (Olive-didukung Pelatuk) dan Chaetodon rafflesi (Butterflyfish berkisi-kisi). Mungkin organisme yang paling khas bernama setelah dia akan Rafflesia, genus tanaman parasit pada pohon-pohon palem yang ditemukan pada sebuah ekspedisi ke hutan di Sumatera. Ini adalah endemik ke Asia Tenggara dan menghasilkan terbesar dan mungkin di dunia yang paling spektakuler (abeit jahat berbau) bunga.

B. Latar Belakang Keluarga

Ayahnya, Kapten Benjamin Raffles, terlibat dalam perdagangan budak di Kepulauan Karibia, dan meninggal mendadak ketika Thomas baru berusia 15 tahun, sehingga keluarganya terperangkap utang. Ia langsung mulai bekerja sebagai seorang pegawai di London untuk Perusahaan Hindia Timur Britania, perusahaan dagang setengah-pemerintah yang berperan banyak dalam penaklukan Inggris di luar negeri. Pada 1805 ia dikirim ke pulau yang kini dikenal sebagai Penang, di negara Malaysia, yang saat itu dinamai Pulau Pangeran Wales. Itulah awal-mula hubungannya dengan Asia Tenggara.

C. Raffles Di Hindia-Belanda

Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa pada tahun 1811, ketika Kerajaan Inggris mengambil alih jajahan-jajahan Kerajaan Belanda dan ia tidak lama kemudian dipromosikan sebagai Gubernur Sumatera, ketika Kerajaan Belanda diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Perancis.
Sewaktu Raffles menjabat sebagai penguasa Hindia Belanda, ia telah mengusahakan banyak hal, yang mana antara lain adalah sebagai berikut: beliau mengintroduksi otonomi terbatas, menghentikan perdagangan budak, mereformasi sistem pertanahan pemerintah kolonial Belanda, menyelidiki flora dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan, Sastra Jawa serta banyak hal lainnya. Tidak hanya itu, demi meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu yang mengilhami pencarian Raffles akan Candi Borobudur, ia pun kemudian belajar sendiri Bahasa Melayu. Hasil penelitiannya di pulau Jawa dituliskannya pada sebuah buku berjudul: History of Java, yang menceritakan mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam melakukan penelitiannya, Raffles dibantu oleh dua orang asistennya yaitu: James Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie.
Istri Raffles, Olivia Mariamne, wafat pada tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg dan dimakamkan di Batavia, tepatnya di tempat yang sekarang menjadi Museum Prasasti. Di Kebun Raya Bogor dibangun monumen peringatan untuk mengenang kematian sang istri.
Kebijakan-kebijakan Raffles di Hindia-belanda meliputi beberapa bidang :

1.    Bidang Birokrasi Dan Pemerintahan
-Membagi Pulau Jawa menjadi 18 keresidenan (sistem  keresidenan ini berlangsung sampai tahun 1964).
-Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial yang bercorak Barat.
-Sistem juri ditetapkan dalam pengadilan.

2.    Bidang Ekonomi Dan Keuangan

Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedang pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte leverantie) yang sudah diterapkan sejak zaman VOC. Menetapkan sistem sewa tanah (landrent) yang berdasarkan anggapan pemerintah kolonial. Pemungutan pajak secara perorangan.

3.    Bidang Hukum

Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Karena Daendels berorientasi pada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi pada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan penegak hukum pada masa Raffles sebagai berikut:

1.    Court of Justice, terdapat pada setiap residen
2.    Court of Request, terdapat pada setiap divisi
3.    Police of Magistrate